Welcome

Selamat Membaca

Sabtu, 30 Januari 2010

DIARE PADA IBU HAMIL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Diare dapat disebabkan oleh banyak hal. Antara lain: bakteri, virus, jamur, cacing, susu, makanan yang sangat pedas, makanan yang sangat asam, dan sebagainya. Untuk itu seorang penderita diare haruslah mengamati tanda-tanda dari diare yang dialaminya. Misalnya apakah kotoran hanya berupa air saja atau campuran antara padat dan cair, apakah terdapat lendir atau tidak, apakah terdapat darah atau tidak, bagai-mana warnanya, dst. Kesemua tanda tersebut dapat dibedakan dan digunakan untuk memperkirakan penyebabnya. Pada prinsipnya diare merupakan su-atu bentuk pertahanan tubuh manusia untuk mengeluarkan benda-benda asing yang memasuki tubuh namun tidak di-perlukan.

Pada kasus ibu, jika diare masih berlangsung maka tampaknya faktor penyebab masih belum keluar dari da-lam tubuh seluruhnya, sehingga masih mengganggu dan tampil dalam bentuk diare. Salah satu penyebab diare pada ibu hamil adalah akibat ketidak sang-gupan usus penderita untuk mengolah susu yang diminumnya. Untuk itu maka saya sarankan ibu menghentikan susu yang diminum saat ini, dan memperhatikan apakah diare-nya sembuh atau tidak. Disamping susu, hentikan pula kesenangan makan makanan yang pedas dan asam yang sering digemari oleh ibu-ibu hamil. Jika diare-nya sembuh maka ibu dapat mengganti jenis susunya dengan merk lain. Namun jika diare masih berlangsung, maka ibu dapat membawa contoh ko-toran ke laboratorium untuk dilakukan analisa lebih lengkap. Diare yang tidak terlampau banyak dan sering, tidak akan sampai meng-ganggu keseimbangan elektrolit tubuh, sehingga tidak mengganggu kehamilan. Namun tetap saja ibu harus menangani-nya agar diarenya segera sembuh. Jangan mengobati diare ibu dengan me-minum obat secara sembarangan.

1.2. Tujuan

  • Membahas tentang pengaruh diare pada ibu hamil dan pencegahannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ada banyak masalah usus yang seorang wanita untuk melihat ke depan untuk selama kehamilan. Diare cenderung menjadi salah satu yang paling umum ini. Diare didefinisikan sebagai longgar, berair, berbentuk bangku terjadi lebih dari tiga kali dalam satu hari. Bukan sesekali kotoran atau yang sering terbentuk lewat dari bangku.

Ada beberapa alasan mengapa diare tidak sangat umum selama kehamilan. Yang pertama adalah bahwa vitamin prenatal diambil selama kehamilan cenderung sembelit seorang wanita.Alasan kedua adalah bahwa sebagai kehamilan berlanjut, usus cenderung melambat, yang juga mengakibatkan sembelit.. Namun wanita hamil sama rentan untuk menjadi terinfeksi dengan banyak virus dan bakteri yang dapat menyebabkan diare sebagai perempuan yang tidak hamil.

  1. Diare dan Gejalanya

Diare bukanlah penyakit, itu adalah gejala - mirip dengan cara demam adalah gejala. Tergantung pada penyebab diare, gejala lain mungkin atau mungkin tidak terjadi dengan hal itu.

Gejala lain yang mungkin menyertai diare antara lain:

  • Mual
  • Muntah
  • Kram perut ( "sakit perut")
  • Sakit perut (atau sakit perut)
  • Dehidrasi
  • Demam
  • Menggigil
  • Nyeri otot
  • Pengertian umum kelelahan.

Pada wanita hamil, diare biasanya berlangsung di mana saja 1-10 hari, tergantung pada penyebabnya. Hal ini dapat berkisar dari ringan sampai parah.

  1. Penyebab kehamilan terkait diare

Selama kehamilan, seorang wanita pada umumnya lebih mungkin mengalami sembelit daripada diare (meskipun banyak perempuan mendapatkan diare pada awal tenaga kerja).Infeksi yang paling sering menyebabkan diare selama kehamilan biasanya tidak ada ancaman bagi bayi, namun dehidrasi yang dapat mengembangkan dengan diare dapat membahayakan bayi. Untuk mencegah dehidrasi, minum banyak cairan dan menghindari kafein.

Seperti halnya dengan wanita yang tidak hamil, ada banyak kemungkinan penyebab diare pada ibu hamil. Mungkin penyebab yang paling umum adalah infeksi dengan virus yang menyebabkan flu perut. Secara teknis, istilah "flu perut" adalah tidak benar. Yang disebut flu perut tidak disebabkan oleh virus influenza, juga tidak menginfeksi lambung. Sebaliknya, virus flu perut menginfeksi usus kecil. Lain yang mungkin menyebabkan diare selama kehamilan meliputi bakteri (misalnya Escherichia coli), parasit (misalnya Giardia), obat-obatan, atau kondisi medis lainnya (seperti sindrom iritasi usus besar atau penyakit Crohn). Banyak wanita juga mengalami diare pada awal tenaga kerja.

  1. Diare pada ibu hamil

Beberapa wanita mengalami diare pada akhir kehamilan. Tergantung pada penyebab diare, gejala lain mungkin atau mungkin tidak terjadi dengan hal itu. Gejala lain yang mungkin menyertai diare antara lain:

  • Mual dan muntah
  • Dehidrasi
  • Demam
  • Menggigil
  • Headache
  • Nyeri otot
  • diarrhea Ibu hamil merasa lelah selama diare
  • Kram perut atau sakit perut
  • Sakit perut atau sakit perut

Diare pada ibu hamil dapat bertahan 1-10 hari tergantung pada penyebabnya. Hal ini dapat berkisar dari ringan sampai berat jenis diare. Umumnya, wanita hamil lebih mungkin mengalami sembelit dari pada diare karena vitamin prenatal, yang mengandung zat besi yang tinggi yang sering mengikat. Diare selama kehamilan sebaiknya tidak berlangsung lama. Jika itu berlangsung selama lebih dari 2 hari, hubungi dokter segera. Kadang-kadang, diare bisa menjadi indikasi persalinan prematur.

D. Kemungkinan penyebab diare.

1.Beberapa jenis bakteri yang dikonsumsi melalui makanan dan air yang terkontaminasi dapat menyebabkan diare selama kehamilan

2.Virus seperti Rotavirus, Cyptomegalovirus dapat menyebabkan diare.

3.Parasit: Parasit dapat memasuki boby melalui makanan dan air dan menetap di sistem pencernaan. Beberapa parasit yang menyebabkan diare pada ibu hamil termasuk Giardia lamblia.

4.Obat-obatan seperti obat tekanan darah, Antasida yang mengandung magnesium dan antibiotik dapat menyebabkan diare selama kehamilan.

5.Irritable bowel syndrome dan penyakit-penyakit usus seperti penyakit Crohn dapat menyebabkan diare.

6. Diare selama kehamilan dapat disebabkan oleh peningkatan asupan air. Hal ini dapat disebabkan oleh makanan yang tinggi kandungan air, seperti buah-buahan (semangka), sayuran dan air dalam jumlah besar asupan.

7.Penyebab lainnya termasuk laktosa intoleransi, flu perut dan keracunan makanan.

    1. Akibat kalau sering diare.

Diare yang kronis dapat mengakibatkan tubuh ibu hamil kehilangan banyak ion K (kalium), sehingga akan mengganggu kerja organ tubuh, seperti gerakan kontraksi dan relaksasi otot.

Selain itu, bila diare disertai peningkatan suhu tubuh, maka dehidrasi pada ibu hamil dapat menyebabkan kelahiran prematur, bahkan keguguran! Itu sebabnya, diare dan muntah-muntah yang berlebihan harus segera mendapat penanganan serius. Bila perlu, akan disarankan dokter untuk beristirahat selama satu atau dua hari di rumah sakit.

F. Cara Mengobati dan Mencegah Diare selama Kehamilan

Cara terbaik untuk menghilangkan diare adalah minum banyak air dan cairan untuk mencegah dehidrasi, dapat mengambil solusi dehidrasi lisan seperti pedialyte untuk mengganti cairan tubuh yang hilang selama diare. Ikuti rencana diet untuk diare selama kehamilan.

Secara umum, diare disebabkan oleh ketidak mampuan usus besar menyerap air dari tinja yang dihasilkan. Biang keladi gangguan fungsi usus besar tersebut antara lain infeksi oleh kuman penyakit, keracunan makanan, dan alergi makanan.

Keadaan emosi yang kurang stabil akibat perubahan kadar hormon dalam tubuh dapat mempengaruhi produksi asam lambung dan sistem pencernaan secara keseluruhan. Ujung-ujungnya, ya diare! Selain itu, diare juga bisa disebabkan adanya tekanan pada lambung dan usus akibat ukuran rahim yang semakin membesar. Beberapa penyebab lain diare yang lebih khas pada ibu hamil, di antaranya adalah:

  • Kekurangan (defisiensi) vitamin B dan asam folat.
  • Terlalu banyak mengonsumsi vitamin D.
  • Terlalu banyak makan yang pedas-pedas, seperti asinan atau bumbu rujak sebagai teman makan buah-buahan penghilang keluhan mual.

Diare ringan merupakan masalah yang wajar pada masa kehamilan. Namun, apabila sudah mulai menyebabkan gejala dehidrasi (kekurangan cairan tubuh), segeralah berobat ke dokter.

Perlu diingat, dehidrasi dapat mempengaruhi kekuatan tubuh, serta fungsi kerja ginjal dan organ tubuh lainnya. Bila fungsi organ tubuh Anda terganggu, maka tumbuh kembang janin di dalam rahim tentu saja ikut terkena dampaknya.


Keamanan obat diare.

Obat apa pun sebaiknya dihindari selama kehamilan belum mencapai usia 14 minggu. Sejumlah obat anti diare boleh gunakan saat usia kehamilan sudah lebih besar. Namun, sebaiknya berkonsultasi dahulu dengan dokter kandungan.

Tindakan aman pertama yang dapat dilakukan adalah meminum larutan elektrolit (bisa dibeli di apotek) sebanyak mungkin. Bila dalam bentuk serbuk, dapat mencampurnya dengan air mineral dalam kemasan botol. Tujuannya, untuk mengganti dengan segera cairan tubuh yang hilang. Sebaiknya, dalam 12-24 jam, cairan tubuh yang hilang sudah harus diganti.

Alternatif pengobatan.

Berikut adalah cara yang cukup aman dilakukan untuk mengatasi diare ringan.

  • Hentikan untuk sementara konsumsi susu dan berbagai produk olahannya.
  • Hentikan mengonsumsi kubis/kol, roti, pasta, apel, pear, jagung manis, gandum, kentang, serta makanan olahan.
  • Perbanyak minum air putih matang yang ditambah sedikit madu.
  • Perbanyak konsumsi asam folat dan vitamin B selama sebulan.
  • Hindari atau kurangi konsumsi vitamin D.

Pencegahan

  • Hentikan konsumsi obat pencahar yang mungkin digunakan untuk mengatasi keluhan sembelit (konstipasi).
  • Berusahalah untuk berdamai dengan segala perubahan yang terjadi selama masa kehamilan agar emosi Anda relatif stabil.
  • Hindari mengonsumsi makanan yang belum pernah Anda konsumsi, terutama bagi Anda yang berbakat alergi.
  • Biasakan selalu berpola hidup bersih dan sehat.

BAB III

PENUTUP

    1. Kesimpulan

Diare pada ibu hamil dapat bertahan 1-10 hari tergantung pada penyebabnya. Hal ini dapat berkisar dari ringan sampai berat jenis diare. Umumnya, wanita hamil lebih mungkin mengalami sembelit dari pada diare karena vitamin prenatal, yang mengandung zat besi yang tinggi yang sering mengikat. Diare selama kehamilan sebaiknya tidak berlangsung lama. Jika itu berlangsung selama lebih dari 2 hari, hubungi dokter segera. Kadang-kadang, diare bisa menjadi indikasi persalinan prematur.

    1. Saran

Obat apa pun sebaiknya dihindari selama kehamilan belum mencapai usia 14 minggu. Sejumlah obat anti diare boleh gunakan saat usia kehamilan sudah lebih besar. Namun, sebaiknya berkonsultasi dahulu dengan dokter kandungan.


Daftar Pustaka

http://dauzzsimololkumpulanmakalahfkm.blogspot.com/

http://pregnancy.emedtv.com/pregnancy/diarrhea-during-pregnancy-p3.html

Rabu, 20 Januari 2010

MAKALAH ANTROPOLOGI KESEHATAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang banyak sekali orang yang kekurangan gizi atau mengalami gizi buruk. Masalah ini sangat meresahkan sekali, karena asupan gizi itu penting sekali bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan gizi yang baik, manusia dapat hidup sehat karena dengan mengkonsumsi gizi yang baik dapat mencegah penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh sehingga bisa terhindar dari berbagai penyakit.
Kekurangan gizi ini bisa diakibatkan oleh panen yang gagal, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi itu sendiri, dan bisa juga diakibatkan oleh kebiasaan-kebiasaan atau pantangan-pantangan yang dianut atau dipercaya oleh suatu masyarakat, dimana tidak boleh memakan atau mengkonsumsi suatu makanan yang justru mengandung banyak gizi.
Dengan adanya masalah ini memotivasi penulis untuk menyusun makalah yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA ANTROPOLOGI DENGAN GIZI”, untuk mengetahui secara lebih mendalam kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat dalam hal makanan. Hal ini diharapkan dapat memecahkan masalah atau setidaknya dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang masalah kekurangan gizi ini supaya kita dapat memperbaiki tentang masalah gizi ini, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan orang banyak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis dapat merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan antropologi ?
2. Apa yang dimaksud dengan gizi ?
3. Bagaimana hubungan antara antropologi dengan gizi ?
C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui pengertian antropologi
2. Untuk mengetahui pengertian gizi
3. Untuk mengetahui hubungan antara antropologi dengan gizi

D. Kegunaan Makalah
Dalam penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang antropologi, gizi, dan hubungan antara keduanya agar dapat menigkatkan derajat kesehatan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca.

E. Prosedur Makalah
Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode deskriptif dan teknik kajian pustaka.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Antropologi
Antropologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia dan juga budayanya. Menurut Koentjaraningrat (1981 : 11) antropologi berarti “ilmu tentang manusia.” Ilmu antropologi telah berkembang dengan luas, ruang lingkup dan batas lapangan perhatiannya yang luas ini yang menyebabkan timbulnya paling sedikit 5 masalah penelitian.
Koentjaraningrat (1981 : 12) mengemukakan tentang 5 masalah ini : masalah sejarah asal dan perkembangan manusia secara biologi, masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya masalah sejarah asal, perkembangan dan penyebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia di seluruh dunia. Masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia. Masalah mengenai azas-azas dari kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi masa kini.
Dengan melihat 5 masalah di atas, sudah dapat dipastikan terdapat ilmu-ilmu yang terdapat dalam ilmu antropologi yang membahas tentang ke-5 masalah tersebut. Untuk memecahkan suatu masalah sudah dapat dipastikan dibutuhkan beberapa penelitian untuk mengetahui sumber masalah itu sendiri dan pemecahannya. Menurut Anderson (2006 : 256) ahli antropologi melaksanakan penelitian mereka dengan cara eksplorasi yang relatif tanpa struktur dan meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Seorang ahli antropologi tidak terlalu mempersoalkan untuk memisahkan antara masalah-masalah penelitian yang kecil dan ketat yang dapat mereka kerjakan dengan disain-disain penelitian yang dari segi estetika memuaskan, dengan masalah-masalah umum yang luas, yang akan mengarahkan peneliti kepada banyak jalur penemuan.
Menurut Anderson (2006 : 257) pendekatan holistik antropologi terhadap interpretasi atas bentuk-bentuk sosial dan budaya serta ketergantungan pokok pada observasi partisipasi untuk mengumpulkan data dan menghasilkan hipotesis adalah hasil dari, atau berkaitan erat dengan sampel umum dari penelitian antropologi. Akan tetapi Anderson (2006 : 246) juga menyatakan antropologi tidak mencukupi diri dalam menghasilkan hipotesis-hipotesis dan topik-topik penelitian baru. Kita (ahli antropologi) didorong oleh data dan ide-ide dari berbagai bidang lain.
Terdapat macam-macam antropologi seperti antropologi fisik, antropologi budaya, antropologi biologi antropologi sosial, antropologi kesehatan. Ilmu antropologi memberi sumbangan bagi ilmu kesehatan. Anderson (2006 : 247) menyatakan bahwa kegunaan antropologi bagi ilmu-ilmu kesehatan terletak dalam 3 kategori utama :
a. Ilmu antropologi memberikan suatu cara yang jelas dalam memandang masyarakat secara keseluruhan maupun para anggota individual mereka. Ilmu antropologimenggunakan pendekatan yang menyeluruh atau bersifat sistem, dimana peneliti secara tetap menanyakan, bagaimana seluruh bagian dari sistem itu saling menyesuaikan dan bagaimana sistem itu bekerja.
b. Ilmu antropologi memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk menguraikan proses-proses perubahan sosial dan buaya dan juga untuk membantu memahami keadaan dimana para warga dari “kelompok sasaran” melakukan respon terhadap kondisi yang berubah dan adanya kesempatan baru.
c. Ahli antropologi menawarkan kepada ilmu-ilmu kesehatan suatu metodologi penelitian yang longgar dan efektif untuk menggali serangkaian masalah teoritis dan praktis yang sangat luas, yang dihadapi dalam berbagai program kesehatan.
Begitu pula sebaliknya, menurut Anderson (2006 : 244) ilmu-ilmu kesehatan menawarkan kepada ilmu antropologi berbagai bidang yang khusus, yang langsung dapat dibandingkan dengan subjek-subjek tradisional seperti masyarakat rumpun dan desa-desa.
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
Anderson (2006 : 3) menyatakan bahwa antropologi kesehatan adalah disiplin biobudaya yang memberi perhatian kepada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi ntara keduanya di sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
Antropologi kesehatan ini tidak serta merta muncul dengan sendirinya, akan tetapi antropologi kesehatan ini mempunyai akar. Anderson (2006 : 4) menyatakan antropologi kesehatan kontemporer mempunyai 4 sumber :
a. Perhatian ahli antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi, adaptasi, anatomi, komparatif, tipe-tipe ras genetika, dan serologi.
b. Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif, termasuk ilmu sihir dan magis.
c. Gerakan “kebudayaan dan kepribadian” pada akhir 1930-an dan 1940-an yang merupakan kerjasama antara ahli-ahli psikiatri dan antropologi.
d. Gerakan kesehatan masyarakat internasional setelah perang dunia II.
Untuk menjadi seorang ahli antropologi kesehatan tidaklah mudah, dibutuhkan pegalaman, naluri dalam menyikapi masalah, seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 244), beliau menyatakan : untuk menjadi seorang ahli antropologi kesehatan, seseorang memerukan dasar latihan antropologi ang baik, pengalaman penelitian, naluri terhadap masalah, simpati terhadap orang lain, dan tentunya dapat memasuki dunia kesehatan dan masyarakat kesehatan yang bersedia menerma kehadiran para ahli antropologi itu. Untuk menjadi ahli antropologi kesehatan, selain yang sudah disebutkan, seorang ahli antropologi kesehatan haruslah sabar dan teliti karena seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 246) beliau menyatakan : Para ahli antropologi harus menjadi generalis, mencatat, dan menginterpretasikan data tentang geografi, kebudayaan material, kehidupan ekonomi, organisasi sosial, religi, kesenian, foklor, rekreasi, bahasa – segala sesuatu yang dilakukan manusia atau diingat pernah dilakukan mereka. Akan tetapi semua ini tidaklah cukup seorang ahli antropologi harus bisa mengetahui, memahami, dan juga menerangkan mengapa suatu sikap atau tingkah laku di suatu masyarakat bisa terjadi.

2. Pengertian Gizi
Ilmu gizi merupakan salah satu ilmu terapan yang berkaitan dengan berbagai ilmu dasar seperti ilmu kimia, biokimia, biologi, fisiologi, pathologi, ilmu pangan, dan lain-lain. Lahirnya ilmu gizi diawali dengan penemuan tentang hal yang berkaitan dengan penggunaan energi makanan meliputi proses pernapasan, oksidasi, dan kalorimetri.
Gizi merupakan zat yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Dan untuk mengetahui tentang gizi ini kita harus lebih mendalam mempelajari tentang gizi. Almatsier (2004 : 3) menyatakan ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab Ghidza, yang berarti “makanan”. Di satu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia.
Selain pendapat Almatsier, banyak juga yang berpendapat tentang ilmu gizi yang dibahas dalam buku FKM UI (2007 : 4).
a. Guthrie (1983), beliau menyatakan prinsip-prinsip gizi dasar adalah ilmu yang mempelajari makanan, zat gizi, proses pencernan, metabolisme dan penyerapan dalam tubuh, fungsi serta akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi bagi tubuh.
b. Sediaoetama (1987), beliau menyatakan ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal makanan yang dikaitkan dengan kesehatan tubuh.
c. National Academy of Science (1994), ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari zat-zat dari pangan yang bermanfaat bagi kesehatan dan proses yang terjadi pada pangan sejak dikonsumsi, dicerna, diserap sampai dimanfaatkan tubuh, serta dampaknya terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup manusia serta faktor yang mempengaruhinya.
Dengan melihat pengertian ilmu gizi di atas, sudah dapat dipastikan gizi merupakan zat gizi atau makanan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan kita. Menurut Almatsier (2004 : 3) zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses jaringan. Dengan demikian, apabila kita memilih makanan sehari-hari kita harus memilih dengan baik karena makanan yang baik dapat memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Jadi apabila kita memilih makanan, kita harus memilih makanan yang mengandung zat gizi yang berfungsi seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 8). Beliau menyatakan bahwa :
a. Memberi energi : zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
b. Pertumbuhan dan pemelihara jaringan tubuh : protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak.
c. Mengatur proses tubuh : protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai pangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh.
Setelah mengetahui betapa pentingnya gizi bagi kesehatan atau fungsi tubuh kita, maka kita harus senantiasa menjaga agar jangan sampai kita ini kekurangan ataupun kelebihan gizi, karena akan berbahaya. Menurut Almatsier (2004 : 9) bahwa gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer dan sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi.

3. Hubungan antara Antropologi dengan Gizi
Dari empat bilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi buruk dan kekurangan gizi. Angka yang tepat tidak ada, tidak ada sensus mengenai kelaparan dan perbedaan antara gizi cukup dan gizi kurang merupakan jalur yang lebar, bukan suatu garis yang jelas. Apapun tolok ukur kita, kelaparan (dan sering mati kelaparan) merupakan hambatan yang paling besar bagi perbaikan kesehatan di sebagian terbesar negara-negara di dunia. Kekurangan gizi menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, menyebabkan banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin melakukan kerja keras. Kekurangan gizi ini selain dari ketidakmampuan negara-negra non industri untuk menghasilkan cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan penduduk mereka yang berkembang, juga muncul karena kepercayaan-kepercayaan keliru yang terdapat di mana-mana, mengenai hubungan antara makanan dan kesehatan, dan juga tergantung pada kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan upacara-upacara, yang mencegah orang memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia bagi mereka. Anderson (2006 : 311) menyatakan karena pengakuan bahwa masalah gizi di seluruh dunia didasarkan atas bentuk-bentuk budaya maupun karena kurang berhasilnya pertanian, maka semua organisasi pengembangan internasional maupun nasional yang utama menaruh perhatian tidak semata-mata pada pertambahan produksi makanan, melainkan juga pada kebiasaan makanan tradisional yang berubah, untuk mencapa keuntungan maksimal dari gizi yang diperoleh dari makanan yang tersedia.
Karena kebiasaan makan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang menyeluruh, maka program-program pendidikan gizi yang efektif yang mungin menuju kepada perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang makanan sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi. Studi mengenai makanan dalam konteks budayanya yang menunjuk kepada masalah-masalah yang praktis ini, jelas merupakan suatu peranan para ahli antropologi yang sejak pertama dalam penelitian lapangannya telah mengumpulkan keterangan tentang praktek-praktek makan dan kepercayaan tentang makanan dari penduduk yang mereka observasi.
Dalam buku karya Anderson (2006 : 312), Norge Jerome menyatakan bahwa “Antropologi Gizi” meliputi disiplin ilmu tentang gizi dan antropologi. Bidang itu memperhatikan gejala-gejala antropologi yang mengganggu status gizi dari manusia. Dengan demikian, evolusi manusia, sejarah dan kebudayaan, dan adaptasinya kepada variabel gizi yang berubah-ubah dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam menggambarkan bahan-bahan yang merupakan titik perhatian dalam antropologi gizi. Menurut Anderson (2006 : 312) ada dua aspek penting dari antropologi gizi :
a. Sifat sosial, budaya, dan psikologis dari makanan (yaitu peranan-peranan sosial budaya dari makanan yang berbeda dengan peranan-peranan gizinya).
b. Cara-cara dimana dimensi-dimensi sosial budaya dan psikologi dari makanan berkaitan dengan masalah gizi yang cukup, terutama dalam masyarakat-masyarakat tradisional.
Menurut Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-memasak, masalah kesukaran dan ketidaksukaran, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan takhayul-takhayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan, dan konsumsi makanan. Pendeknya, sebagai suatu kategori budaya yang penting, ahli-ahli antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budaya lainnya.
Setelah mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan kita atau suatu masyarakat mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan makanan, sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan makanan tradisional mereka demi kepentingan gizi yang baik. Karena pantangan agama, takhayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa yang kebetulan dalam sejarah ada bahan-bahan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan, mereka diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, penting untuk membedakan antara nutrimen dengan makanan. Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa nutrimen adalah suatu konsep biokimia, suatu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang menelannya. Makanan adalah suatu konsep budaya, suaty pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini sesuai bagi kebutuhan gizi kita.”
Dalam kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan tetapi konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dri apa dan etiket makan. Di antara masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka mendikte, kapan mereka merasa lapar dan apa, serta berapa banyak mereka harus makan agar memuaskan rasa lapar. Jadi dengan demikian, nafsu makan lapar adalah suatu gejala yang berhubungan namun berbeda. Anderson (2006 : 315) menyatakan nafsu makan, dan apa yang diperlukan untuk memuaskan adalah suatu konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan suatu konsep fisiologis.
Makanan selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi pergaulan sosial. Anderson (2006 : 317) menyatakan tentang simbolik dari makanan :
a. Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
Barangkali di setiap masyarakat, menawarkan makanan (dan kadang-kadang minuman) adalah menawarkan kasih sayang, perhatian, dan persahabatan. Menerima makanan yang ditawarkan adalah mengakui dan menerima perasaan yang diungkapkan dan untuk membalasnya.
b. Makanan sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok
Makanan sering dihargai sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa atau nasional. Namun tidak semua makanan mempunyai nilai lambang seperti ini, makanan yang mempunyai dampak yang besar adalah makanan yang berasal atau dianggap berasal dari kelompok itu sendiri dan bkan yang biasanya dimakan di banyak negara yang berlainan atau juga dimakan oleh banyak suku bangsa.
c. Makanan dan stres
Makanan memberi rasa ketenteraman dalam keadaan-keadaan yang menyebabkan stres. Burgess dan Dean menyatakan bahwa sikap-sikap terhadap makanan sering mencerminkan persepsi tentang bahaya maupun perasaan stres. Menurut mereka, suatu cara untuk mengatasi stres ini dari dalam, sehubungan dengan ancaman terhadap jiwa atau terhadap keamanan emosional adalah melebih-lebihkan bahaya dari luar, cara lainnya adalah mempersalahkan ancaman dari dalam akibat pengaruh-pengaruh luar.
d. Simbolisme makanan dalam bahasa
Pada tingkatan yang berbeda, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang sangat dalam di antara makanan, persepsi kepribadian, dan keadaan emosional. Dalam bahasa Inggris, yang pada ukuran tertentu mungkin tidak tertandingi oleh bahasa lain, kata-kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk menggambarkan kualitas-kualitas manusia.
Setelah mengetahui betapa rumit masalah yang berhubungan dengan gizi ini ataupun makanan karena berkaitan dengan kebudayaan masyarakat yang berbeda-beda, maka salah satu cara adalah dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang apa yang sering belum dipelajari oleh masyarakat rumpun maupun masyarakat pedesaan adalah hubungan antara makanan dan kesehatan serta antara makanan yang baik dengan kehamilan, juga kebutuhan-kebutuhan akan makanan khusus bagi anak setelah penyapihan. Anderson (2006 : 323) menyatakan bahwa dalam perencanaan kesehatan, masalahnya tidak terbatas pada pencarian cara-cara untuk menyelesaikan lebih banyak bahan makanan, melainkan harus pula dicarikan cara-cara untuk memastikan bahwa bahan-bahan makanan yang tersedia digunakan secara efektif.
Kesenjangan yang besar dalam pemahaman tentang bagaimana makanan itu digunakan dengan sebaik-baiknya. Barangkali yang terpenting dari kesenjangan itu adalah kegagalan yang berulangkali terjadi untuk mengenal hubungan yang pasti antara makanan dan kesehatan. Susunan makanan yang cukup cenderung ditafsirkan dalam rangka kuantitas, bukan kualitasnya mengenai makanan yang pokok, yang cukup, bukan pula dari keseimbangannya dalam hal berbagai makanan. Kesenjangan besar yang kedua dalam kearifan makanan tradisional pada masyarakat rumpun dan masyarakat petani adalah seringnya kegagalan mereka untuk mengenali bahwa anak-anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan gizi khusus, baik sebelum maupun sesudah penyapihan.
Penemuan Burgess dan Dean tentang masalah gizi karena perubahan budaya dalam buku karya Anderson (2006 : 325) menggambarkan aturan yang umum. Meskipun terdapat suatu kecenderungan umum bahwa makanan menjadi lebih baik dengan bertambahnya penghasilan. Kebalikannya, makanan juga bisa lebih buruk terutama dalam perubahan dari ekonomi sub sistem menjadi ekonomi uang. Dan Marchione yang berpendapat tentang masalah gizi karena perubahan budaya. Beliau menemukan masalah kekurangan gizi pada rumah tangga-rumah tangga di desa yang lebih miskin, yang hidupnya berorientasi pada pertanian setengah sub sistem, menurun secara menyolok terutama di atara anak-anak. Bahwa suatu peningkatan dalam pertanian sub sistem sebagian besar atau seluruhnya menjelaskan perbaikan ini, hal itu dibuktikan oleh angka-angka kekurangan gizi di perkotaan, yang tetap konstan karena perubahan yang berarti dalam hal pola penyediaan makanan.
Setelah mengetahui keterkaitan atau hubungan antara gizi atau makanan dengan antropologi atau kebudayaan, bagi kita yang menaruh perhatian pada usaha memperbaiki tingkatan gizi dari masyarakat yang menderita kurang gizi, jelaslah bahwa analisis klinis dari kekurangan gizi baru merupakan langkah awal. Kemajuan akan sedikit sekali tercapai, kecuali apabila petugas penyuluhan juga memahami fungsi-fungsi sosial dari makanan, arti simbolik, dan kepercayaan yang terkait dengannya. Pengetahuan mengenai kepercayaan lokal tersebut dapat dipakai dalam perencanaan perbaikan gizi. Dalam buku Anderson (2006 : 330) Cassel telah menunjukkan netapa pengidentifikasian makanan-makanan sehat dalam makanan kuno orang Zulu dapat membangkitkan perhatian mereka terhadap makanan dan dengan motivasi nasionalistik bersedia menerima banyak perubahan-perubahan demi peningkatan gizi mereka.
Kemiskinan dan kekurangan akan gizi yang memadai pada tingkatan tertentu membatasi kemungkinan untuk memperbaiki gizi jutaan penduduk yang menderita kurang pangan. Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat bahwa betapa seringnya praktek-praktek budaya menimbulkan kekurangan kebutuhan dasar. Kesadaran akan praktek-praktek demikian dan pengetahuan tentang “hambatan-hambatan” yang harus diatasi untuk dapat merubah mereka adalah sangat penting untuk membantu masyarakat memaksimalkan sumber-sumber pangan yang tersedia bagi mereka. Di sinilah antropologi memberikan sumbangan besar kepada ilmu gizi dalam lapangan penelitian dan pengajaran.

B. Pembahasan
Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia dan budayanya, dan di dalam antropologi juga diterangkan tentang antropologi kesehatan yang menerangkan tentang hubungan manusia, budaya, dan kesehatan. Di dalam antropologi kesehatan ini diterangkan dengan lebih jelas tentang tingkah laku manusia yang mempengaruhi kesehatannya dikarenakan budayanya. Gizi merupakan zat yang terdapat di dalam makanan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Dengan mengkonsumsi gizi seseorang dapat tumbuh dengan baik karena zat gizi ini dapat memberikan zat-zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sehingga tubuh dapat terpelihara dengan baik.
Setelah mengetahui tentang antropologi dan gizi, maka sedikit banyak kita dapat melihat hubungan antara antropologi dengan gizi. Hubungan antropologi dengan gizi ini sangat kuat sekali atau sangart erat. Seseorang atau suatu kelompok masyarakat mengalami gizi buruk atau kekurangan gizi bukann hanya karena masalah ekonomi, akan tetapi bisa juga diakibatkan oleh kepercayaan atau budaya seseorang. Banyak sekali terdapat suatu kelompok masyarakat yang mengalami gizi buruk dikarenakan mereka percaya kepada kepercayaan atau kebudayaan mereka. Mereka mengalami gizi buruk karena mereka tidak mau memakan makanan yang seharusnya mereka makan yang jelas mengandung banyak gizi dikarenakan mereka mempercayai bahwa makanan tersebut tidak boleh dimakan ataupun kebudayaan mereka melarang mereka untuk mengkonsumsi makanan tersebut. Hal ini tentu saja sangat mengecewakan karena banyak sekali kelompok masyarakat yang kekurangan gizi karena tidak bisa mendapatkannya karena masalah ekonomi. Akan tetapi ada suatu kelompok masyarakat yang mampu untuk mendapatkan makanan tersebut namun mereka tidak mempergunakannya dengan sebaik-baiknya. Hal ini menyebabkan banyaknya suatu kelompok masyarakat yang kekurangan gizi, padahal dalam kelompok masyarakat itu terdapat cukup banyak makanan yang mengandung gizi.
Setelah mengetahui hubungan antara antropologi dengan gizi, maka kita sebagai penyuluh kesehatan penting sekali bagi kita untuk mempelajari antropologi atau kebudayaan penduduk setempat yang akan diberi penyuluhan. Dengan mempelajari antropologi akan memudahkan kita untuk meningkatkan derajat kesehatan, karena kalaun kita sebelum memberikan penyuluhan kita mempelajari kepercayaan-kepercayaan atau kebudayaan penduduk setempat akan memudahkan kita untuk memberikan penyuluhan karena kita sudah mengetahui seluk beluk masyarakat tersebut. Dengan ilmu antropologi kita akan mengetahui bagaimana menangani masalah kesehatan atau kekurangan gizi suatu masyarakat. Dengan ilmu ini kita dapat meyakinkan masyarakat tentang pentingnya kesehatan ini dan betapa pentingnya makanan yang mengandung gizi untuk tubuh kita, ataupun kita bisa memberikan alternatif lain yaitu dengan cara kita memberikan
penyuluhan dengan cara menyarankan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak gizi yang tidak bertentangan dengan kebudayaan mereka. Agar apa yang kita usahakan tidak sia-sia karena tidak mungkin atau kecil sekali kemungkinan kita dapat memperbaiki gizi syatu daerahkalau apa yang kita sarankan itu bertentangan dengan kebudayaan mereka. Akan sulit sekali kita merubah perilaku seseorang yang diakibatkan oleh budaya, hal itu akan memakan atau membutuhkan proses yang lama dan panjang.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia dengan budayanya, atau juga berarti ilmu tentang manusia. Dalam antropologi diterangkan bagaimana hubungan manusia dengan budayanya dan apa pengaruhnya. Cakupan ilmu antropologi itu luas sekali, salah satunya antropologi kesehatan yang menerangkan tentang manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
2. Gizi merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Ilmu gizi sendiri adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Gizi itu sangat penting sekali bagi kelangsungan hidup kita. Apabila gizi kita terpenuhi, maka kita akan terhindar dari berbagai penyakit karena kita mempunyai tubuh yang sehat.
3. Hubungan antara antropologi dengan gizi itu sangat erat sekali, karena banyak sekali orang yang kekurangan gizi yang bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi, akan tetapi diakibatkan oleh kepercayaan atau kebudayaan mereka yang melarang memakan makanan yang sebenarnya mengandung banyak gizi. Hal ini menimbulkan sesuatu yang sangat mengecewakan. Di satu sisi terdapat masyarakat yang kekurangan gizi karena mereka tidak bisa mendapatkannya karena masalah ekonomi, di sisi lain terdapat masyarakat yang kekurangan gizi akibat kebudayaan mereka tidak mengizinkan atau melarang mereka memakan makanan tersebut yang seharusnya dipergunakan dengan sebaik-baiknya karena makanan tersebut sangat bermanfaat bagi mereka.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap pembaca lebih mendapatkan pengetahuan tentang hubungan antara antropologi dengan gizi, sehingga pembaca dapat mengetahui tentang pentingnya gizi dan pengaruh antropologi terhadap gizi suatu masyarakat, sehingga pembaca mendapatka pengetahuan tentang cara-cara meningkatkan derajat kesehatan. Akhirnya, semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anderson, Foster. (2006). Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.

FKM UI. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Makalah DIARE

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.

I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan penyakit diare.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2002).
Jika ditilik definisinya, diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses (tinja) lembek, atau cair, bahkan dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari 14 hari. Seperti diketahui, pada kondisi normal, orang biasanya buang besar sekali atau dua kali dalam sehari dengan konsistensi feses padat atau keras.

II.2. Jenis-jenis Diare
Diare Akut
Merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotaviru yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya biasanya (3kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare Rotavirus ini merupakan virus usus patogen yang menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare akut pada anak-anak.
Diare Bermasalah
Merupakan yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Diarae ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.
Diare Persisten
Merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis diare persisten adalah keruskan mukosa usus. Penyebab diare persisten sama dengan diare akut.
(Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ketiga, Depkes RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2007)

II.3. Penyebab
Menurut Dr. Haikin Rachmat, MSc., penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan:
1. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6. Penyebab lain.
Direktur Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (PPML), Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) Depkes yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sumber penularannya berasal dari makanan atau minuman yang tercemar virus. Konkretnya, kasus diare berkaitan dengan masalah lingkungan dan perilaku. Perubahan dari musim kemarau ke musim penghujan yang menimbulkan banjir, kurangnya sarana air bersih, dan kondisi lingkungan yang kurang bersih menyebabkan meningkatnya kasus diare. Fakta yang ada menunjukkan sebagian besar pasien ternyata tinggal di kawasan kurang bersih dan tidak sehat.
Saat persediaan air bersih sangat terbatas, orang lantas menggunakan air sungai yang jelas-jelas kotor oleh limbah. Bahkan menjadi tempat buang air besar. Jelas airnya tak bisa digunakan. Jangan heran kalau kemudian penderita diare sangat banyak karena menggunakan air yang sudah tercemar oleh kuman maupun zat kimia yang meracuni tubuh. Masalah perilaku juga bisa menyebabkan seseorang mengalami diare. Misalnya, mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak bersih, sudah tercemar, dan mengandung bibit penyakit. Jika daya tahan tubuh ternyata lemah, alhasil terjadilah diare.

II.4. Patofisiologi
Penyakit ini dapat terjadi karena kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti:
- Makan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan kotor.
- Bermain dengan mainan terkontaminasi apalagi pada bayi sering memasukkan tangan/mainan/apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
- Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan air yang benar.
- Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar.

II.5. Tanda dan Gejala
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
- Muntah
- Badan lesu atau lemah
- Panas
- Tidak nafsu makan
- Darah dan lendir dalam kotoran

II.6. Akibat
Diare yang berlangsung terus selama berhari-hari dapat membuat tubuh penderita mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Jika dehidrasi yang dialami tergolong berat, misalnya karena diarenya disertai muntah-muntah, risiko kematian dapat mengancam. Orang bisa meninggal dalam beberapa jam setelah diare dan muntah yang terus-menerus. Dehidrasi akut terjadi akibat penderita diare terlambat ditangani.

II.7. Pencegahan
Pencegahan muntaber bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat.
1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.

II.8. Pertolongan Pertama
Bila sudah terlanjur terserang diare, upaya pertolongan pertama yang perlu segera dilakukan:
1. Minumkan cairan oralit sebanyak mungkin penderita mau dan dapat meminumnya. Tidak usah sekaligus, sedikit demi sedikit asal sering lebih bagus dilakukan. Satu bungkus kecil oralit dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak (200 cc). Jika oralit tidak tersedia, buatlah larutan gula garam. Ambil air masak satu gelas. Masukkan dua sendok teh gula pasir, dan seujung sendok teh garam dapur. Aduk rata dan berikan kepada penderita sebanyak mungkin ia mau minum.
2. Penderita sebaiknya diberikan makanan yang lunak dan tidak merangsang lambung, serta makanan ekstra yang bergizi sesudah muntaber.
3. Penderita muntaber sebaiknya dibawa ke dokter apabila muntaber tidak berhenti dalam sehari atau keadaannya parah, rasa haus yang berlebihan, tidak dapat minum atau makan, demam tinggi, penderita lemas sekali serta terdapat darah dalam tinja.


BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Sekitar 80% kematian karena diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita, nomer 3 bagi bayi, serta nomor 5 bagi semua umur.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2002).

III.2. Saran
Berdasarkan data-data diatas, maka dianggap perlu untuk membahas mengenai persoalan penyakit diare sebagai penyumbang penyebab tertinggi kedua kematian anak, sehingga semua pihak dapat mengupayakan strategi dalam rangka mengurangi kematian anak akibat diare demi peningkatan kualitas anak.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.medicastore.com/
Mansjoer, Arif dkk.2000.Kapita Selekta Edisi Jilid 4.Jakarta:Media Aescalapius FKUI
http://www.google.co.id/m/search?mrestrict-mobile&eosr-on&ct-fsh&q-Makalah+diare

MAKALAH PSIKOLOGI




PENDAHULUAN

Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan yang unik bagi perawat pada keperawatan kritis. Perawat harus secara seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya dalam suatu lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis. Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami mempengaruhi kesehatan psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan.
FENOMENA STRES

ICU seringkali digambarkan sebagai suatu tempat yang penuh dengan stress, tidak hanya bagi klien dan keluarganya tetapi juga bagi perawat. Pemahaman yang baik tentang stres dan akibatnya akan membantu ketika bekerja pada unit keperawatan kritis. Pemahaman ini dapat memungkinkan perawat untuk mengurangi efek destruktif stress dan meningkatkan potensi positif dari stress baik pada pasien dan dirinya sendiri.
Stres

Stress didefinisikan sbg respon fisik dan emosional terhadap tuntutan yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Stres merupakan suatu fenomena komplek, dimana sekumpulan komponen saling berinteraksi dan bekerja serentak. Ketika sesuatu hal mengubah satu komponen subsistem, maka keseluruhan sistem dapat terpengaruh. Jika tuntutan untuk berubah menyebabkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada sistem, maka terjadilah stress. Individu kemudian memobilisasi sumber-sumber koping untuk mengatasi stress dan mengembalikan keseimbangan. Idealnya, stress bergabung dengan perilaku koping yang tepat akan mendorong suatu perubahan positif pada individu. Ketika stress melebihi kemampuan koping seseorang, maka potensi untuk menjadi krisis dapat terjadi.
Stresor

Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Sumber stressor dapat berasal dari subsistem biofisikal, psikososial atau masyarakat. Stressor biofisik antara lain organisme infeksius, proses penyakit atau nutrisi yang buruk. Sedangkan contoh stressor psikososial adalah harga diri yang rendah, masalah hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan. Stressor ini berasal dari masyarakat luas seperti fluktuasi ekonomi polusi dan teknologi tinggi.

Bagaimana orang mengalami suatu stressor tergantung pada persepsinya tentang stressor dan sumber kopingnya. Stress juga merupakan tambahan (additive). Jika seseorang mendapat serangan stressor yang multipel, maka respon stress akan lebih hebat.
Respon stres

Rspon stress dapat diinduksi oleh stressor biofisik, psikososial atau stressor social. Hans Selye dalam Emanuelsen & Rosenlicht (1986) mengemukakan temuanya tentang stress kedalam suatu model stress yang disebut general adaptation syndrome (GAS). GAS terdiri atas 3 tahap yaitu (a) alarm respon, (b) stage of resistance dan stage of exhaustion.

Alarm respon. Merupakan tahap pertama dan ditandai oleh respon cepat, singkat, melindungi/memelihara kehidupan dimana merupakan aktivitas total dari system saraf simpatis. Tahap ini sering disebut dengan istilah menyerang atau lari (fight-or-flight response).

Stage of resistance. Merupakan tahap kedua, dimana tubuh beradaptasi terhadap ketidakseimbangan yang disebabkan oleh stressor. Tubuh bertahan pada tahap ini sampai stressor yang membahayakan hilang dan tubuh mampu kembali kekeadaan homeostasis. Jika semua energi tubuh tubuhnya digunakan untuk koping, maka dapat terjadi tahap yang ketiga yaitu tahap kelelahan.

Stage of exhaustion. Saat semua energi telah digunakan untuk koping, maka tubuh mengalami kelelahan dan berakibat pada terjadinya sakit fisik, gangguan psikososial dan kematian.
KLIEN

Klien yang sakit dan harus masuk ke ruang ICU tidak saja bertambah menderita akibat stress sakit fisiknya tetapi juga stress akibat psikososialnya. Konsekuensinya, perawat yang melakukan asuhan keperawatan pada unit keperawatan kritis didesign untuk memelihara atau mengembalikan semua fungsi fisik vital dan fungsi-fungsi psikososial yang terganggu oleh keadaan sakitnya.
Respon psikososial

Respon psikososial klien terhadap pengalaman keperawatan kritis mungkin dimediasi oleh fenomena internal seperti keadaan emosional dan mekanisme koping atau oleh fenomena eksternal seperti kuantitas dan kualitas stimulasi lingkungan.

Reaksi emosional. Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika menganggap bahwa ICU adalah tempat dimana klien berusaha menghindari kematian. Klien dengan keperawatan kritis memperlihatkan reaksi emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri yang umum, berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan secara umum adalah reaksi pertama yang tampak. Klien mungkin mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur yang tidak nyaman, mutilasi tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal.

Depresi seringkali muncul setelah takut dan kecemasan. Depresi seringkali merupakan respon terhadap berduka dan kehilangan.pengalaman kehilangan dapat memicu memori dimasa lalu muncul kembali dengan perasaan sedih yang lebih hebat.

Marah dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah menyembunyikan adanya depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke dalam depresi yang lebih dalam. Klien dapat merasa marah atau benci tentang sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup tidaklah adil.
Mekanisme koping

Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasiberbicara dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah dengan dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendirimenghindar dan berkonsultasi dengan ahli agama.

DAFTAR PUSTAKA

Emanuelsen, K.L. & Rosenlicht, J.McQ. (1986). Handbook of critical care nursing. New York: A Wiley Medical Publication

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN (Limbah)

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dimulai dengan makin maraknya industri besar yang berdiri serta kehidupan masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Mulailah timbuh tumpukan limbah atau pun sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya. Hal ini berakibat pada kehidupan manusia di bumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan terutama pada lingkungan sekitar.

Maka dari itu karya tulis ini akan dilengkapi dengan faktor – faktor yang timbul dan upaya – upaya yang dapat dilakukan mengenai masalah limbah. Oleh karena itu, kami telah susun karya tulis ini dengan rinci. Dengan maksud supaya makalah tentang Dampak Limbah serta Penanggulangannya ini dapat dijadikan masukan untuk membenahi kualitas kehidupan karena adanya limbah ataupun sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya.

Pada makalah ini terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh guna meminimalisir dampak dari limbah ataupun sampah dan akhirnya kita dapat bersama mengurangi dampak dari adanya limbah ataupun sampah. Karena sampah sebenarnya ada juga yang masih dapat dimanfaatkan terutama limbah hewan yang dapt dijadiak pupuk atau limbah plastic dengan cara mendaur ulang serta limbah lain yang bias dimanfaatkan.

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik.

Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.penanganan limbah ini tentunya tidak hanya sekedar mengolahnya/ mendaur ulangnya langsung tanpa memperhatikan jenis limbah dan cara penangannanya klarena dari setiap limbah yang ada mempunyai cirri berbeda terhadap dampak yang ditimbulkanya.

B.Karakteristik limbah :

Pada umumnya sesuatu yang ada di bumi ini memiliki suatu karakteristik yang berbeda. Termasuk juga limbah yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :

  1. Berukuran mikro

Karekteristik ini merupakan karakterisik pada besar kecilnya limbah/ volumenya. Contoh dari limbah yang berukuran mikro atau kecil atau bahkan tidak bias terlihat adalah limbah industri berupa bahan kimia yang tidak terpakai yang di buang tidak sesuai dengan prosedur pembuangan yang dianjurkan.

  1. Dinamis

Mungkin yang dimaksud dinamis disini adalah tentang cara pencemarannya yang tidak dalam waktu singkat menyebar dan mengakibatkan pencermaran. Biasanya limbah dalam menyerbar di perlukan waktu yang cukup lama dan tidak diketahui dengan hanya melihat saja. Hal ini dikarenakan ukuran limbah yang tidak dapat dilihat

  1. Berdampak luas (penyebarannya)

Luasnya dampak yang di timbulkan oleh limbah ini merupakan efek dari karakteristik limbah yang berukuran mikro yang tak dapat dilihat dengan mata tellanjang. Contoh dari besarnya dampak yang ditimbulkan yaitu adanya istilah “Minamata disease” atau keracunan raksa (Hg) di Jepang yang mengakibatkan nelayan-nelayan mengidap paralis (hilangnya kemampuan untuk bergerak karena kerusakan pada saraf). Kejadian ini terajadi di Teluk Minamata dan Sungai Jintsu karena pencemaran oleh raksa (Hg).

  1. Berdampak jangka panjang (antar generasi)

Dampak yang ditimbulkan limbah terutama limbah kimia biasanya tidak sekedar berdampak pada orang yang terkena tetapi dapat mengakibatkan turunannya mengalami hal serupa.

Dari karakteristik limbah di atas pencemaran limbah juga didukung oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran limbah terhadap lingkungan diantaranya :

1.Volume Limbah

Tentunya semakin banyak limbah yang dihasilkan oleh manusia dampak yang akan ditimbulkan semakin besar pula terasa.

2.Kandungan Bahan Pencemar

Kandunngan yang terdapat di limbah ini mengakibatkan pencemaran lingkungan apabila kandunganya berbahaya dapat mengakibatkan pencemaran yang fatal bahkan dapat membunuh manusia serta mahluk hidup sekitar.

3.Frekuensi Pembuangan Limbah

Pada saat sekarang ini pembuangan limbah semakin naik frekuensinya di karenakan banyaknya industry yang berdiri. Dengan semakin banyak frekuensi limbah tentunya pembuanganlimbah menjadi tidak terkandali dan usaha untuk mengolahnya tidak dapat maksimal dikarenakan pengolahan limbah yang masih jauh dari harapan kita semua.

C.Sumber dan Jenis Limbah

1.Sumber Utama imbah

Sumber adanya limbah sebenarnya banyak sekali tetapi pada pengelompokannya sumber limbah terdiri dari :

ØAktivitas manusia

Saat manusia melakukan aktivitas untuk menghasikan sesuatu barang produksi maka akan timbul suatu limbah karena tidak mampunya pengolahan yang dilakukan oleh manusia menggunkan mesin dan juga sulitnya untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi barang yang bias dimanfaatkan untuk keperluan manusia. Berikut adalah limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia misalnya :

a)Hasil pembakaran bahan bakar pada industry dan juga kendaran bermotor

b)Pengolahan bahan tambang dan minyak bumi

c)Pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian ataupun perumahan

ØAktivitas alam

Selaindari aktivitas diatas pencemaran limbah di bumi juga di timbulkan oleh aktivitas alam walaupun jumlahnya sangat sedikit pengaruhnya terhadap lingkungan karena lokasinya yang biasanya bersifat lokal.berikut ini contoh dari aktivitas alam yang menghasilkan limbah yaitu :

a)Pembusukan bahan organik alami

b)Adanya aktifitas gunung berapi

c)Banjir, longsor serta

d)Aktivitas alam yang lain

Karena kedua aktivitas ini menimbulkan limbah yang mencemari lingkungan, manusia di bumi terus mengembangkan teknologi untuk mencegah dampak pencemaran lingkungan. Walaupun dilain pihak limbah terus meningkat terutamadiakibatkan oleh aktivitas manusia hal ini didorong oleh beberapa factor sebagai berikut :

ØPerkembangan industri

Perkembangan industri yang sangat cepat baik pertambangan, transportasi dan manufakur atau pabrik yang mengahsilkan limbah dalam jumlah yang relative besar sehingga terjadi pembuangan limbah yang kurang terkontrol karena kurannya teknologi untuk membuat limbah menjadi barang yang terurai atau ramah lingkungan

ØModernisasi

Pada saat sekarang perkembangan teknologi untuk menghasilkan barang semakin marak digunakan dikalangan orang yang mengeluti bidang industry. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan barang dengan cepat tetapi di lain hal perkembangan teknologi berakibat pada semakin banyaknya limbah yang dihasilkan oleh teknologi itu sendiri.

ØPertambahan penduduk

Semakin banyaknya penduduk di bumi ini mengakibatkan bertambah meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal serta meingkatnya jumlah kebutuhan akan barang. Hal ini dapat menimbulkan berberpa macam masal seperti :

a)Pembukaan lahan untuk pemukiman dan saran transportasi

Pembukaan lahan untuk pemukiman dan saran transportasi berdampak terhadap semakin berkurangnya hutan untuk mengurangi kadar pencemaran lingkungan.

b)Penimbunan sampah

Semakin hari kita melihat banyaknya sampah yang menumpuk karena pembuangannya yang sembarangan dan mungkin juga karena kurang mampunya tempat pembuangan sampah untuk menampung sampah atau yang biasa disebut TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dalam menampung sampah sehingga sampah menumpuk di suatu tempat yang berdampak menurunnya kualitas lingkungan sekitar

2.Jenis Limbah

Bermacam-macam limbah mungkin akan kita temui di sekitar kita. Pernahkah anda melihat sampah plastic, kaleng,pecahan kaca, kotoran hewan dan lain sebagainya. Dari sekian banyaknya limbah ini dapat dikelompokan berdasar sumber dari limbah ini berasal seperti penjelasan di bawah ini :

ØGarbage yaitu sisa pengelolaan atau sisa makanan yang mudah membusuk. Misal limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga, restoran dan hotel.

ØRubbish yaitu bahan atau limbah yang tidak mudah membusuk yang terdiri dari

·bahan yang mudah terbakar seperti kayu dan kertas

·bahan yang tidak mudah terbakar seperti klaeng dan kaca

ØAshes yaitu sejenis abu hasil dari proses pembakaran seperti pembakaran kayu, batubara maupun abu dari hasil industry.

ØDead animal yaitu segala jenis bangkai yang membusuk seperti bangkai kuda, sapi, kucing tikus dan lain-lain.

ØStreet sweeping yaitu segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di jalan karena perbuatan orang yang tidak bertanggungjawab.

ØIndustrial waste yaitu benda-benda padat sisa dari industry yang tidak tepakai atau dibuang. Missal industry kaleng dengan potongan kaleng-kaleng yang tidak terolah.

D.Contoh Dari Pencemaran Limbah dan Upaya Pengolahannya.

·Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya

Kawasan wisata alam merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, baik oleh wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang menyenangi nuansa alami. Selain itu kawasan wisata alam adalah sarana tempat terjadinya interaksi sosial dan aktivitas ekonomi.

Untuk menjaring masyarakat dan wisatawan sebanyak mungkin, setiap kawasan wisata alam harus menjaga keunikan, kelestarian, dan keindahannya. Semakin banyak kunjungan wisatawan, maka aktivitas dikawasan tersebut akan meningkat, baik aktivitas sosial maupun ekonomi. Setiap aktivitas yang dilakukan, akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi kawasan tersebut. Namun yang harus diingat adalah bahwa limbah atau sampah yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut dapat mengancam kawasan wisata alam.

Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan dan kelestarian kawasan wisata alam. Sebaliknya, apabila dikelola dengan baik, sampah memiliki nilai potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas dan estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan pembuatan kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki lahan kritis di berbagai daerah di Indonesia, dan dapat juga mempengaruhi penerimaan devisa negara.

Komposisi Sampah

Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos;

2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;

Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik, sebesar 60 – 70%, dan sampah anorganik sebesar ± 30%.

Ancaman Bagi Kawasan Wisata Alam

Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut:

a. Gangguan Kesehatan:

· Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat mendorong penularan infeksi;

· Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus;

b. Menurunnya kualitas lingkungan

c. Menurunnya estetika lingkungan

Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan lingkungan tidak indah untuk dipandang mata;

d. Terhambatnya pembangunan negara

Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan pengunjung atau wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak nyaman, dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya jumlah kunjungan wisatawan menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.

Pengelolaan Sampah

Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti filosofi pengelolaan sampah. Filosofi pengelolaan sampah adalah bahwa semakin sedikit dan semakin dekat sampah dikelola dari sumbernya, maka pengelolaannya akan menjadi lebih mudah dan baik, serta lingkungan yang terkena dampak juga semakin sedikit.

Tahapan Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata alam adalah:

a. Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya

Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah organik dan anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan anorganik disetiap kawasan yang sering dikunjungi wisatawan.

b. Pemanfaatan Kembali

Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:

1). Pemanfaatan sampah organik, seperti composting (pengomposan). Sampah yang mudah membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk melestarikan fungsi kawasan wisata.

Berdasarkan hasil, penelitian diketahui bahwa dengan melakukan kegiatan composting sampah organik yang komposisinya mencapai 70%, dapat direduksi hingga mencapai 25%.

Gb.1. Proses Pemilahan Sampah Gb.2. Proses Pembuatan Kompos

2). Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kembali secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.

c. Tempat Pembuangan Sampah Akhir

Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari kegiatan

composting maupun pemanfaatan sampah anorganik, jumlahnya mencapai ± 10%, harus dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Di Indonesia, pengelolaan TPA menjadi tanggung jawab masing-masing Pemda.

Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan lagi hanya sebesar ± 10%. Kegiatan ini tentu saja akan menurunkan biaya pengangkutan sampah bagi pengelola kawasan wisata alam, mengurangi luasan kebutuhan tempat untuk lokasi TPS, serta memperkecil permasalahan sampah yang saat ini dihadapi oleh banyak pemerintah daerah.

Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan wisata alam, akan memberikan banyak manfaat, diantaranya adalah:

a. Menjaga keindahan, kebersihan dan estetika lingkungan kawasan sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung;

b. Tidak memerlukan TPS yang luas, sehingga pengelola wisata dapat mengoptimalkan penggunaan pemanfaatan kawasan;

c. Mengurangi biaya angkut sampah ke TPS;

d. Mengurangi beban Pemda dalam mengelola sampah.

·B. Limbah Plastik

Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.

Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).

Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse) kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma setelah digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90×125 juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih

malu jika membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan pihak supermarket.

Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang)

Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).

Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).

Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).

Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.

Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks

Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).

Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang.

Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).

·Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.

Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Siregar, 2001).

Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu diberi perhatian khusus (Said dan Ineza, 2002).

Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002).

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) :

  • Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
  • Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
  • Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
  • Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.

Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi (Barlin, 1995).

Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah

Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat

mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).

Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003). Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :

  • Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
  • Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.

Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi menerima limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya sehingga kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996).

Potensi Pencemaran Limbah Rumah Sakit

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996). Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 – 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996).

Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada 23 rumah sakit (RS) yang tidak mengindahkan surat peringatan mengenai keharusan memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik. Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit

IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus di bakar di incinerator. Persoalannya, harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk, 1996).

Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang). Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).

Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan

Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan

pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).

Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) :

a. Limbah Klinik

Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.

b. Limbah Patologi

Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.

c. Limbah Bukan Klinik

Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.

d. Limbah Dapur

Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.

e. Limbah Radioaktif

Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

Pencegahan Pengolahan Limbah Pada Pelayanan Kesehatan

Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999). Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999).

Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction) (Hananto, 1999).

Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali

karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :

  1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
  2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
  3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
  4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
  5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
  6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.

Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :

  1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
  2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
  3. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
  4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) :

1. Pemisahan limbah

  • Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
  • Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
  • Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain

2. Penyimpanan limbah

  • Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
  • Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
  • Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
  • Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya

3. Penanganan limbah

  • Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
  • Kantung dipegang pada lehernya
  • Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut
  • Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)
  • Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah
  • Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah

4. Pengangkutan limbah

Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

5. Pembuangan limbah

Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.

Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :

  • Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
  • Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
  • Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.

Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri. insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500o C atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan Sulaiman, 2001).

Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :

  • Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
  • Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
  • Tambahkan lapisan kapur.
  • Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
  • Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.

Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis

Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakitumumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakittersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum “dilempar” menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002).

Teknologi Pengolahan Limbah

Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin dkk, 2002).

Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk, 2002). Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002).

Ozonisasi

Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998).

Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge (Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti

bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy

(HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993).

Ozonisasi Limbah cair rumah sakit

Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986).

Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986).

Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai (Harper, 1986).

Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986).

Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986).

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa

cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

Karakteristik limbah:

  1. Berukuran mikro
  2. Dinamis
  3. Berdampak luas (penyebarannya)
  4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)

Limbah merupakan hasil dari aktivitas manusia dan aktivitas alam.

Pengolahan limbah merupakan cara untuk mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah.

Saran

Pengolahan limbah disaat ini perlu perhatian khusus mengingat semakin banyaknya volume limbah di lingkungan sekitar. Dengan pengolahan limbah diharapkan lingkungan sekitar bisa tetap alami tidak tercemar oleh limbah.

Daftar Pustaka

Agustiani E, Slamet A, Winarni D (1998). Penambahan PAC pada proses lumpur aktif untuk pengolahan air limbah rumah sakit: laporan penelitian. Surabaya: Fakultas Teknik IndustriInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Agustiani E, Slamet A, Rahayu DW (2000). Penambahan powdered activated carbon (PAC) pada proses lumpur aktif untuk pengolahan air limbah rumah sakit. Majalah IPTEK: jurnal ilmu pengetahuan alam dan teknologi : 11 (1): 30-8

Akers (1993). Paperboard hospital waste container. United States Patent : 5,240,176 Arthono A (2000). Perencanaan pengolahan limbah cair untuk rumah sakit dengan metode lumpur aktif. Media ISTA : 3 (2) 2000: 15-8 Barlin (1995). Analisis dan evaluasi hukum tentang pencemaran akibat limbah rumah sakit Jakarta :Badan Pembinaan Hukum Nasional

Berlanga B (1998). Process, formula and installation for the treatment and sterilization of biological, solid, liquid, ferrous metallic, non-ferrous metallic, toxic and dangerous hospitalwaste material. United States Patent : 5,820,541

Christiani (2002). Pemanfaatan substrat padat untuk imobilisasi sel lumpur aktif pada pengolahan limbah cair rumah sakit. Buletin Keslingmas

Djoko S (2001). Pengelolaan limbah rumah sakit. Sipil Soepra : jurnal sipil 3(8): 91-9

Giyatmi (2003). Efektivitas pengolahan limbah cair rumah sakitDokter Sardjito Yogyakarta terhadap pencemaran radioaktif. Yogyakarta : Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada

Hananto WM (1999). Mikroorganisme patogen limbah cair rumah sakitdan dampak kesehatan yang ditimbulkannya. Bul Keslingmas : 18 (70) 1999: 37-44

Harper (1986). Hospital waste disposal system. United States Patent : 4,619,409

Haryanto (2001). Analisis senyawa-senyawa kimia limbah cair rumah sakit Kodya Jambi. Percikan : 31 (Mei): 54-9

Karmana O, Nurzaman M, Sanusi S (2003). Pengaruh limbah padat rumah sakit hasil insinerasi dan pupuk NPK bagi pertumbuhan tanaman bayam (Amaranthus sp) var. Gitihijau : laporan penelitian. Bandung : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Padjadjaran

Rostiyanti SF, Sulaiman F (2001). Studi pemeliharaan bangunan pengolahan air limbah dan incinerator pada rumah sakit di Jakarta. Jurnal Kajian Teknologi : 3 (2): 113-23

Said NI (1999). Teknologi pengolahan air limbah rumah sakitdengan sistem “biofilter anaerob-aerob”. Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah II: prosiding, Jakarta, 16-7 Feb 1999.

Said dan Ineza (2002). Uji performance pengolahan air limbah rumah sakit dengan proses biofilter tercelup. Jakarta : Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan

Sabayang P, Muljadi, Budi P (1996). Konstruksi dan evaluasi insinerator untuk limbah padat rumah sakit. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan Shahib MN (1999) Penerapan teknik “Polymerase chain Reaction” (PCR) untuk memonitor pencemaran lingkungan oleh senyawa merkuri (Hg) pada limbahcair rumah sakit. Kongres Himpunan Toksikologi Indonesia: prosiding, Jakarta, 22-23 Feb 1999 Shahib MN, Djustiana N (1998). Profil DNA plasmid E. coli yang diisolasi dari limbah

cair rumah sakit. Majalah Kedokteran Bandung : 30 (1) 1998: 328-41

Siregar TM (2001). Pengaruh penambahan inokulum pada pengolahan limbah cair rumah sakit: studi kasus pengolahan limbah cair RSUD Pasar Rebo, Jakarta menggunakan M-bio pada reaktor fixed-film aerobic. Jakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia

Sundana EJ (2000). Hospital waste minimization in Indonesia case studi: Muhammadiyah Bandung General Hospital (RSMB). Jurnal Itenas : 4 (1): 43-9

Suparmin, Tri C, Budiono Z (2002). Studi evaluasi pengolahan air limbah rumah sakit diPropinsi Jateng tahun 2002. Buletin Keslingmas

Wilson (1986). Hospital waste disposal system. United States Patent : 4,618,103

http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah

http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_4.htm

http://onlinebuku.com/2009/01/20/pengolahan-limbah-plastik-dengan-metode-daur-ulang-recycle/

http://www.klinikmedis.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7:pencegahan-penanganan-pengolahan-limbah-rumah-sakit&catid=1:latest-news